Anggota Komisi VII DPR, Satya Widya Yudha, menegaskan, secara historis menaikkan harga premium sebesar Rp500/liter masih berada dalam batas yang wajar dan dampak inflasi juga minimal.
Saat menjadi pembicara dalam diskusi publik bertema "Pengelolaan Sektor Energi Nasional Antara Harapan dan Realita" di Jakarta, Jumat, Satya juga menyatakan bahwa pemerintah mempunyai kewenangan untuk menaikkan harga premium berdasarkan Pasal 7 UU APBN 2011.
Dijelaskannya bahwa dalam pengaturan BBM bersubsidi itu harus ada pemisahan dalam penjualan premium bersubsidi dengan nonsubsidi. "Harga premium yang naik menjadi Rp5 ribu/liter, tetapi angkutan umum plat kuning tetap mendapat subsidi dengan sistem 'cashback' Rp500/liter," ujar Satya yang juga Wasekjen DPP Golkar bidang ESDA itu.
Berdasarkan simulasi dengan memilih opsi menaikkan harga BBM subsidi jenis premium sebesar Rp500/liter dan asumsi volume BBM subsidi masih utuh, maka akan diperoleh penghematan keuangan negara sekitar Rp12,27 triliun.
"Dengan menerapkan kenaikkan BBM sebesar Rp500/liter untuk jenis premium dan solar, penghematan yang dapat diperoleh adalah sekitar Rp19,35 triliun," ujarnya. Sementara untuk angka inflasi, menurut Satya, jika terjadi kenaikkan harga BBM bersubsidi sebesar Rp500/liter, maka akan ada penambahan inflasi sebesar 0,25 persen.
Untuk pembayaran "cashback" bagi kendaraan angkutan umum berplat kuning, Satya menjelaskan bahwa infrastruktur untuk menjalankan sistem itu sudah tersedia di hampir seluruh SPBU di Jawa dan Bali. Sedangkan pengembangan sistem serupa di luar Jawa yang diperkirakan sekitar 1000 SPBU diseluruh Indonesia juga sudah bisa dilaksanakan.
Selanjutnya apabila penjatahan BBM bersubsidi sudah melebihi quota, maka masyarakat mempunyai opsi untuk memilih premium nonsubsidi maupun BBM nonsubsidi, yakni Pertamax dan Pertamax Plus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar